Pages

Subscribe:

Kamis, 13 Desember 2012

“tadabbur Al-Insyirah”

            jagan putus asa!


Sekilas membaca, sekedar mendengar, ataupun sepintas melihat “ahh biasa-biasa saja, kurang tertarik”__itulah sikap manusia. Tapi sungguh, akan sangat terasa indah, penuh nasehat, membakar semangat, mutlak kebenaran, klo kita mau mengenalnya dengan lebih dekat. Mari kita compare, antara formal vs tadabbur. Mana yang lebih menarik, tergantung tipikal kita^^
Formalnya begini : “ Berikut adalah arti dari QS:Al-Insyirah ( Kelapangan), surat ke 94, Makkiyah
  1. Bukankah Kami telah melapangkan dadamu?
  2. Dan kami telah menghilangkan darimu bebanmu
  3. Yang memberatkan punggungmu?
  4. Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu
  5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
  6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
  7. Maka apabila kamu telah selesai ( dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh2 ( urusan) yang lain.
  8. Dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap.
Next  versi tadabbur dengan gaya bahasa dan alurku, coretan kelas tadabbur 25 Juni 2011 bersama ustazh Umar. Bismillah, semoga tak salah dalam menyampaikan ulang. Kebenaran hanya milik Allah, kekurangan dari diri saya pribadi^^. AL- Insyirah ( Kelapangan ), terdiri dari 8 ayat.
(5) Fa inna ma’al ‘usri yusraa. (6) Innama’al ‘usri yusraa.
(5) “Karena sesungguhnya bersama satu kesulitan itu ada banyak kemudahan”. (6) “Sesungguhnya bersama satu kesulitan itu ada banyak kemudahan”.
Arti dari ayat ke-5 dan ke-6 ini yang sangat menarik perhatianku dan  ternyata punya kedasyatan makna. Seia-sekata dengan apa yang disampaikan ustazd. Sebelumnya aku berpikiran klo yang dimaksud dalam ayat ini adalah “Sesudah kesulitan, ada kemudahan”. Tapi ternyata yang benar adalah “Bersama kesulitan ada kemudahan”. Bukan sesudah, tapi bersama. Jadi bukan berarti kita tu susaaaaah melulu dalam jangka waktu lama, baru kemudian Allah memberi kemudahan. Tapi sesungguhnya, disaat kesulitan itu datang, Allah telah menyiapkan kemudahan yang datang bersama kesulitan itu. Karena dalam ayat tersebut ada kata ma’a=bersama.
Dan bukan berarti “dalam 1 kesulitan ada 1 kemudahan”, tapi yang benar adalah “dalam 1 kesulitan, ada banyak kemudahan”. Jika kita cermati kata ‘usri yang berarti kesulitan di depannya terdapat alif lam yang menyatakan bahwa ‘usri atau kesulitan di sini adalah tunggal, sedangkan yusraa yang berarti kemudahanadalah jamak.
So, bersama kesulitan (tunggal ) ada kemudahan (jamak). SubhanAllah begitu dasyat makna dan kebijakan Allah pada hamba-Nya. Dan mari kita cermati lagi. Ayat 5 dengan awalan fa yang berarti disini karena ( fa bisa berarti karena atau maka tergantung dari konteks kalimat dan kaitan dengan ayat sebelumnya).  Kemudian ditegaskan lagi dalam ayat 6. Terkesan berulang. Itu berarti kita diajak untuk tak berputus asa. Karena jika ada satu kesulitan maka bersamanya ada banyak kemudahan.
Kesulitan disini bisa banyak macamnya. Misalnya saja musibah. Bukan berarti ketika musibah itu datang pada kita, Allah tak sayang pada kita lhoo. Justru musibah itu adalah wujud tanda cinta Allah pada hamba-Nya, sebagai ujian atas keimanan kita. InsyaAllah, ketika kita bersabar dalam menghadapi musibah, Allah akan mengangkat derajat kita di sisi-Nya juga menghapus kesalahan kita di masa sebelumnya + pengurang siksa kita nanti di akhirat. Bisa dibilang bentuk cicilan siksa kita.
Jadi jangan menggerutu, misalnya ni.”Gue kan uda rajin shalat, puasa sunnah pula, rajin ngaji gak pernah bolong. Tapi kenapa gue yang harus mendapat musibah kecelakaan ini. Muka jadi rempong. Sedangkan si fulan kerjaannya foya-foya, minum khamar, pencuri pula hidupnya selalu baik2 saja.”.  Ingatlah sahabatku, bahwa siksaan di akhirat itu lebih keras. Manakala kita sudah berbuat baik semampu kita, lantas ada musibah datang, brati Allah telah meringankan siksanya pada kita. Dan bukan berarti si fulan itu lolos dari siksa Allah.
Musibah= mengangkat derajat=bukti tanda cinta dari Allah=meringankan siksa. Tapi bisa juga musibah menjadi siksa lhoo. Ketika datang musibah kepada kita, lantas kita berburuk sangka kepada Allah, bahkan mengucapkan atau melakukan sesuatu yang tak sepantasnya, maka musibah itu justru akan menjadi wujud siksa Allah kepada kita di dunia. So, selalu ber-khusnuzon-lah^^. Agar derajat kita dinaikkan oleh Allah dari musibah2 itu. Bahkan ketika kita tersandung batu kecil di jalan, lantas kita bersabar dan ber-khusnuzon, maka Allah telah mengangkat derajat kita dan mengurangi 1 dosa kita yang telah lalu. SubhanAllah. Tapi jangan lantas berharap tersandung batu terus ya ^^.
Ayat selanjutnya ayat 7. Maka apabila kamu telah selesai ( dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh2 ( urusan) yang lain.
Allah itu sangat senang ketika melihat hamba-Nya mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Secara tersirat disebutkan dalam ayat 7, bahwa kita harus aktif, energik dan banyak kegiatan yang positif. Tentu saja akan beda nilainya antara si A yang aktif ini itu di jalan Allah dengan si B yang banyak tidur bae, walaupun sama2 tak melakukan dosa misalnya. Karena setiap lelah dan peluh kita akan tetap terhitung oleh-Nya^^. Nilai plus lagi, kalau kita sedang beraktifitas, jin pun akan susah untuk masuk ke dalam tubuh kita. Lain halnya kalau banyakan bengong, bisa jadi sasaran empuk makhluk2 lain^^
Pertanyaannya, kalau dalam ayat tadi kita dianjurkan untuk bekerja, lantas lanjut lagi bekerja dengan sungguh2, setelah usai lanjut lagi ke pekerjaan berikutnya dengan sungguh2 lagi, dan seterusnya, kapan kita istirahatnya oi???? Karena dunia adalah waktu untuk bekerja, maka waktu istirahat kita adalah di syurga (Arrohatu fil jannah).
Ada juga penafsiran lain dari ayat ini, manakala kita usai melakukan pekerjaan dunia, maka beribadahlah kepada Allah dengan sungguh2. Janganlah kita berikan tenaga sisa dan tak sungguh2 untuk beribadah kepada Allah. Tapi beribadahlah kepada Allah dengan sungguh2 seakan-akan kita melihat-Nya. Jika kita tak mampu, maka yakinlah bahwa Allah melihat kita.

Ayat terakhir ayat 8 “Dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap.” Awali setiap aktifitas dengan istiadzah. “Audzubillahiminasyaitonirojim”, yang artinya “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk”. Lafalkan itu dengan sungguh2.
Misalnya diawal membawa Al-Qur’an, insyaAllah kita akan lebih khusyu’. Ex : Kita sedang tilawah Al-Qur’an, hp kita berdering…..lanjutkanlah sampai minimal sampai ayat yang kita baca berakhir. Janganlah berhenti seenaknya. Kalau di awal kita bersungguh2 dalam membaca istiadzah, insyaAllah perlindungan Allah semakin kuat sehingga kita tak mudah tergoda oleh dering hp. Karena semakin fokus kita ber-istiadzah maka semakin kuat Allah melindungi kita.
Alhamdulillah…Cukup sampai di sini dulu. Untuk ayat 1 sampai 4 belum sempat terkupas di blog ini. InsyaAllah kalau berkesempatan.

Rabu, 12 Desember 2012

Aliran Mu'tasila

                                                                

                                                                  BAB I
                                                         PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam itu sesungguhnya hanya satu, sebagai agama yang Allah SWT turunkan kepada Rasul-Nya dengan kesempurnaan yang mutlak. "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu."(Al-Maidah: 3) Islam telah menjawab segala problematika hidup dari segenap seginya.
Tetapi masa berputar Islam berkebang pemikiran maju pesat sehingga kesatuan yang sudah terpatri dalam tubuh Islam terasa ada yang mengusik dengan munculnya metode berfikir dan sikap yang seringkali berseberangan dengan ideology islam yang suci, di sanalah yang menghina para Sahabat yang merupakan kader militannya Rasulullah Saw, disitu pula orang-orang yang mengagungkan ‘ahli bait’ melebihi yang digariskan dalam agama, ada pula yang membuat hadits-hadtis palsu demi kepentingan sepihak, ada juga yang mencampurkan agama dengan ideology filosofis yang diwarnai dengan khayal, angan-angan dan pikiran kemanusiaan yang jauh dari nilai ketuhanan. Apalagi mata musuh umat ini tidak pernah berkedip menunggu darimana celah terbuka untuk masuk ke islam dan memporak-porandakan isinya. Dari sinilah tercipta apa yang disebut “firqah”,ada Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, Rawafidah, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Ahlussunnah dll.

B.    Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami paparkan adalah:
1.    Bagaimana proses kemunculan aliran mu’tazilah?
2.    Apa doktrin yang diajarkan oleh aliran mu’tazilah?
3.    Bagaimana perkembangan dan kemunduran aliran mu’tazilah?

                                                             BAB II
                                                     PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Aliran Mu’tazila
Aliran mu’tazila muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 131 H. Di dalam menyebarkan bid’ahnya, ia didukung oleh ‘Amr bin ‘Ubaid (seorang gembong Qadariyyah kota Bashrah) setelah keduanya bersepakat dalam suatu pemikiran bid’ah, yaitu mengingkari taqdir dan sifat-sifat Allah.
Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah -pen).
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’, pen) dan akal-lah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal -menurut persangkaan mereka- maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau ditakwil.
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabi’in.
Asy-Syihristani berkata: (Suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji’ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?”
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh: “Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.” Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Washil telah memisahkan diri dari kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah.
Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan keimanannya pun menjadi tidak sempurna).
B.    Ajaran – Ajaran Pokok atau Doktrin Aliran Mu’tazilah (al-ushul al-khamsah).
Aliran Mu’tazilah berdiri atas lima prinsip utama yang diurutkan menurut kedudukannya dan kepentingannya, yaitu ; 
a. Keesaan (at-tauhid). Tauhid sebagai aqidah pokok dan yang pertama dalam Islam tidak diciptaka oleh aliran Mu’tazilah. Hanya karena mereka telah menafsirkan dan mempertahankannya sedemikian rupa, maka mereka dipertalikan dengan prinsip Keesaan itu.
b. Keadilan ( Al-‘adlu), Semua orang percaya akan keadilan Tuhan. Tetapi aliran Mu’tazilah seperti biasanya memperdalam arti keadilan serta menentukan batas-batasnya, sehingga menimbulkan beberapa persoalan. Dasar keadilan yang dipegangi oleh mereka ialah meletakkan pertanggungan jawab manusia atas segala perbuatannya.
c. Janji dan ancaman ( al-Wa’duwal Wa’idu), Prinsip ini merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan Tuhan . aliran Mu’tazilah yakin bahwa jnaji Tuhan akan memberikan pahalaNya dan ancaman akan menjatuhkan siksaNya atas mereka pada hari kiamat pasti dilaksanakanNya, karena Tuhan sudah mengatakan demikian. Sipa yang keluar dari dunia dengan segala ketaatan dan penuh taubat ia berhak akan pahala. Barangsiapa keluar dari dunia tanpa taubat dari dosa besar yang pernah dilakukannya maka ia akan diabadikan dalam neraka, meskipun lebih ringan siksanya daripada orang kafir. Pendirian ini adalah kebalikan sama sekali dengan pendirian golongan Murjiah yang mengatakan bahwa kema’siatan tidak mempengaruhi iman. Kalau pendirian ini dibenarkan, maka ancaman Tuhan tidak akan ada artinya suatu hal yang mustahil pada Tuhan. Karena itu mereka mengingkari adanya Syafaat pada hari kiamat, dengan mengesampingkan ayat-ayat yang menetapkan syafiat, karena syafaat menurut mereka berlawanan dengan prinsip janji dan ancaman.
d. Tempat di antara dua tempat (al manzillu bainal manzilataini), dan
Karena prinsip ini, Wasil bin Ata memisahkan diri dari majlis Hasan Basri, seperti yang disebutkan di atas. Menurut pendapatnya, seseorang muslim yang mengerjakan dosa besar selain syirik (mensekutukan Tuhan), bukan lagi menjadi mu’min tetapi juga tidak menjadi kafir, melainkan menjadi orang fasik. Jadi kefasikan merupakan tempat tersendiri antara “kufur” dan “iman”.
e. perintah mengerjakan kebaikan dan menjauhi kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar), dalam prinsip mu’tazila setiap muslim wajib mengerjakan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Bahkan dalam sejarah, mereka pernah memaksakan ajaranya kepada kelompok lain, dan menghukum orang yang menentang.
C.    Perkembangan aliran mu’tazilah
Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat simpati dari umat Islam, khususnya dikalangan masyarakat awam, karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Alasan lain adalah kaum muktazilah dinilai tidak teguh berpegang pada sunah Rasulullah dan para sahabat.
Kelompok ini baru memperoleh dukungan yang luas, terutama dikalangan Intelektual, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah al-*Ma’mun, penguasa Abbasiyah (198-218H/813-833M). kedudukan Muktazilah semakin kuat setelah al-Ma’mun menyatakan sebagai mazhab resmi Negara. Hal ini disebabkan karena al-Ma’mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan Ilmu pengetahuan dan filsafat.
Dalam fase kejayaannya itu, Muktazilah sebagai golongan yang mendapat dukungan penguasa memaksakan ajarannya kepada kelompok lain. Pemaksaan ajaran ini dikenal dalam sejarah dengan peristiwa mihnah. Mihnah itu timbul sehubungan dengan paham-paham Khalq Al-Quran. Kaum Muktazilah berpendapat bahwa Quran adalah kalam Allah SWT yang tersusun dari suara dan huruf-huruf. Al-Quran itu makhluk dalam arti diciptakan Tuhan. Karena diciptakan berarti ia sesuatu yang baru, jadi tidak kadim. Jika Al-quran itu dikatakan kadim, maka akan timbul kesimpulan bahwa ada yang kadim selain Allah SWT dan hukumnya Musyrik.
Khalifah al-Ma’mun menginstruksikan supaya diadakan pengujian terhadap aparat pemerintahan (mihnah) tentang keyakinan mereka akan paham ini. Menurut al-Ma’mun orang yang mempunyai keyakinan bahwa Al-Quran adalah kadim tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintahan. Dalam pelaksanaannya, bukan hanya aparat pemerintah yang diperiksa melainkan juga tokoh-tokoh masyarakat. Sejarah mencatat banyak tokoh dan pejabat pemerintah yang disiksa, diantaranya Imam Hanbali, bahkan ada ulama’ yang dibunuh karena tidak sepaham dengan ajaran muktazilah. Peristiwa ini sangat menggoncang umat Islam dan baru berakhir setelah al-Mutawakkil (memerintah 232-247H/847-861M).
Dimasa al-Mutawakkil, dominasi aliran muktazilah menurun dan menjadi semakin tidak simpatik dimata masyarakat. Keadaan ini semakin buruk setelah al-Mutawakkil membatalkan pemakaian mazhab muktazilah sebagai mazhab resmi Negara dan menggantinya dengan aliran Asy’ariyah.
Dalam perjalanan selanjutnya, kaum Muktazilah muncul kembali di zaman berkuasanya Dinasti Buwaihi di Baghdad. Akan tetapi kesempatan ini tidak berlangsung lama.
Selama berabad-abad, kemudian muktazilah tersisih dari panggung sejarah, tergeser oleh aliran Ahlusunah waljamaah. Diantara yang mempercepat hilangnya aliran ini ialah buku-buku mereka tidak lagi dibaca di perguruan-perguruan Islam. Namun sejak awal abad ke-20 berbagai karya muktazilah ditemukan kembali dan dipelajari di berbagai perguruan tinggi Islam seperti universitas al-Azhar.

jgn cuman copas ke word ya, ke otak juga!




Kamis, 29 November 2012

pendidikan islam era Nabi Muhammad Saw


                                                                          BAB I

                                                               PENDAHULUAN



1.    latar belakang

rasulullah saw. Sebagai suri teladan dan rahmatan lil alamin bagi orang yang mengharapkan rahmat dan hari kiamat dan banyak menyebut nama Allah (al- ahsab: 21) adalah ppendidikan pertama dan terutama dalam dunia pendidikan islam. Proses transpormasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukan rosulullah dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
    Hasil pendidikan islam periode rosulullah trlihat dari kemampuan murid-muridnya(sahabat) yang luar biasa, misalnya umar bin khattab ahli hokum dan pemerintahan, abu huraira ahli hadis, salman al-farizi ahli perbandingan agama dan ali bin abithalib ahli hokum dan tafsir al-quran. Kemudian murid dari para sahabat dikemudian hari, thabi-thabi’in, banyak yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan seprti, ilmu pengetahuan sains, teknologi, astronomi, filsafat yang mengantar islam ke gerbang tintu keemasan. Hanya periode rasulullah fase makka  dan madinah para aktivis pendidikan dapat menyerap teori dan prinsip dasar yang berkaitan dengan pola-pola pendidikan dan interaksi social yang lazim dilaksanakan dalam setiap menejeman pendidikan islam.
Gambaran dan pola pendidikan islam periode rosulullah saw, di makkah dan madinah adalah sejarah masa lalu yang perlu kita ungkap kembali sebagai bahan perbandingan, dan sumber gagasan.
2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah adalah:
a.    Sosiokultural Masyarakat Makkah dan Madinah?
b.    Pelaksanaan pendidikan Islam periode Mekkah?
c.    Pelaksanaan pendidikan Islam periode  Madinah?

                                                                      BAB II
                                                              PEMBAHASAN

A.    sosiokultural Masyarakat Makkah dan Madinah
kondisi sosiokultur masyarakat arab pra-islam. Terutama pada masyarakat makkah dan madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode rosulullah di makkah dan madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk islam pada fase makkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk islam pada fase madinah. Hal tersebut diantaranya disebabkan karena watak dan dan budaya nenek moyang mereka sedangkan dimadinah lebih mudah dimasuki ajaran islam Karena saat kondisi masyarakat khususnya khasraj dan aus, sangat membutuhkan seorang pemimpin untuk melenturkan pertikaian diantrara mereka dan sebagai pelindung dari ancaman kaum yahudi, disamping sifat penduduk yang lebih ramah yang didukung oleh kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.
B.    Pendidikan Islam Periode Makkah
Sebelum Muhammad memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu melaksanakan pendidikan islam terhadap umatnya. Allah telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehiduapan masyarakat dan lingkungan budayanya. Dengan potensi fitrah nya yang luar biasa, ia mampu mengadakan penyesuaian diri denagan masyarakat dan lingkungan budaya masyarakatnya yang telah menyimpang dari ajaran-ajaran yang sebenarnya.
Menjelang usia ke-40, alloh memberiakan kepercayaan kepada Muhammad sebagai rasul / utusan untuk menjadi pendidik bagi umatnya, untuk meluruskan kembali warisan nabi ibrahim dan penyempurnaannya, serata memperbaiki keadaan dan situasi budaya masyarakatnya. Maka mulailah Nabi Muhammad SAW menerima petunjuk-petunjuk dan instruksi dari Alloh pada tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum hijrah ( 6 Agustus 610 M ) untuk melaksakan pendidikan islam.
Nabi Muhammad mulai melaksanakan pendidikan islam sejak ayak 1-5 dari surat Al-Alaq diturunkan. Ayat tersebut berisi perintah dan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh Nabi Muhammad, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap umatnya.
Nabi Muhammad mendidik umatnya secara bertahap, ia mulai dengan keluarga dekatnya, yang pada mulanya secara sembunyi- sembunyi. Mula-mula di ajak istrinya. Khadijah, untuk beriman kepada Allah, kemudian diikuti oleh putra angkatnya, Ali bin Abi Thalib dan disulsul oleh shabat-shabat karib yang telah lama bergaul dengannya. Di antara shabat-shabat tersebut adalah Abu Bakar As- Siddiq. Utsman ibnu affan. Zubair ibnu awwan. Sa’ad ibnu Abi waqas, Abdurrahman ibnu auf dan beberapa shabat lainnya.
Keadaan demikian berlangsung sampai lebih dari 3 tahun sampai akhirnya turun dan perintah dari alloh, agar Nabi memberikan pendidikan islam secara terbuka.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terng-terangan segala apa yang diperintahkan ( kepadamu ) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik ( Q.S. Al-Hijr: 94 )
Di antara materi-materi pendidikan islam yang diajarkan nabi ketika makkah diantaranya termasuk Pendidikan Tauhid.
Dalam melaksanakan tugas kerasulannya. Nabi Muhammad SAW. Berhadapan dengan nilai-nilai warisan ibrahim yang telah banyak menyimpang dari yang sebenarnya, inti warisan tersebut adalah ajaran tauhid. Tetapi ajaran tersebut telah pudar, penyembahan terhadap behala-berhala dan perbuatan syirik lainnya menyelimuti ajaran tauhid. Inilah tugas Muhammad, yaitu untuk memancarkan kembali sinar tauhid dalam kehidupan umat manusia umumnya. 
1)    Tahapan Pendidikan Islam pada Fase Makkah


Pola pendidikan yang dilakukan oleh rosulullah sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikanya kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini penulis membaginya manjadi tiga tahap yaitu:
a.    Tahap pendidikan islam secara rahasia dan perorangan
1.      Tahap Pendidikan Islam Secara Rahasia Dan Perorangan
Yaitu ketika awal turunnya wahyu pertama, pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi – sembunyi, dimulai dari diri beliau sendiri dan keluarga dekatnya(istrinya, Khadijah, anak angkatnya Ali Bin Abi Thalih, sahabat karibnya, Abu Bakar As-siddiq serta sahabat dari suku Quraisy). Tahap ini berlangsung selama 3 tahun.
2.      Tahap pendidikan Islam secara terang – terangan
Tahap ini dilaksanakan ketika turun wahyu berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara terang – terangan. Ketika wahyu itu turun belaiu mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di bukit Shafa, menyerukan agar berhati – hati terhadap azab yang keras dikemudian hari bagi orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai utusan_Nya. Seruan tersebut dijawab abu lahab, celakalah kamu muhammad! Untuk inikah kamu mengumpulkan kami? Saat itu turun wahyu menjelaskan prihal abu lahab dan istrinya.
3.      Tahap pendidikan Islam untuk umum.
Tahap ini di dasarkan pada perintah Allah surat Al Hijr ayat 94 – 95, yang artinya : “  Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),” sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut rosulullah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji, pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali kelompok jamaah haji dari yastrib, kabilah khazraj yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah sinar islam memancar ke luar Makkah.

b.    Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan islam pada fase makkah dapat dibagi pada dua bagian yaitu:
Pertama, materi pendidikan tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan ajaran tauhid yang dibawa nabi Ibrahim yang telah diselewengkan oleh masyarakat jahiliah. Secara teori intisari ajaran tauhid terdapat dalam kandungan surah al-fatihah ayat 1-7 dan surah al-ikhlas ayat1-5. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang bijaksana, menuntun akan pikiran dengan mengajak ummatnya untuk membaca, memerhatikan kekusaan dan kebesaran allah dan diri manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan cara mengaplikasikan pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Rosululllah langsung menjadi contoh bagi ummatnya.
Kedua, materi pengajaran al-quran. Materi ini dapat dirinci kepada:1. Materi baca tulis al-quran,(imla dan iqra’) dengan materi ini diharapkan agar kebiasaan orang-orang arab yang sering membaca syair-syair indah diganti dengan bacaan al-quran sebagai bacaan yang lebih tinggi nilai sastranya, 2. Materi menghafal ayat-ayat al-quran, 3. Materi pemahaman al-quran, saat ini disebut dengan materi al-fahmi quran atau tafsir al-quran: tujuan materi ini adalah meluruskan pola piker umat islam yang dipengaruhi oleh pola piker jahiliah.
c.    Metode Pendidikan Islam

Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rasulullah SAW. Menggunakan bermacam-macam metode, hal itu dilakukan untuk menghindarkan kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan Rasulullah adalah:
a.    Metode Ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya;
b.    Metode Dialog misalnya dialog antara Rasulullah dengan Mu’adz ibn Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi kenegeri Yaman;
c.    Metode Diskusi atau Tanya Jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang suatu hukum dan Rasulullah menjawabnya. Metode diskusi misalnya diskusi antara Rasulullah dengan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar;
d.   Metode demonstrasi, misalnya Hadits Rasulullah,”sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahnyng”;
e.    Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satu tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya;
f.    Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ dan mi’raj dan kisah pertemuan antara Nabi Musa as dengan Nabi Khidir As;
g.    Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin untuk salat berjemaah;
h.    Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga Al-Qur’an dengan hafalan.
Metode pendidikan akhlak, disampaikan Nabi dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat yang terdahulu supaya diambil pengajaran dan iktibar dari kisah itu. Orang-orang yang taat dan patuh mengikuti Rasulullah, akan mendapatkan kebahagiaan dan orang-orang yang durhaka akan mendapat siksa, seperti kisah Qarun dan Musa yang berbuat baik kepada putri Su’aib dan lain-lain.
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi Muhammad SAW juga mengevaluasi sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabatnya, Rasulullah SAW dapat mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama dan menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan menyuruh para sahabat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya dengan membetulakan hafaan dan bacaan mereka yang keliru. Selain itu, Nabi Muhammad SAW menggunakan system pengukuran, namun tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Nabi Muhammad SAW melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan tanda-tanda orang beriman ialah mencintai orang lain sesame mukmin, seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika menyaksikan perbuatan mungkar, ia berusaha mengubah dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. 

d.    Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam yang dipakai di Mekkah dan Madinah adalah sama, yaitu Al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat islam pada saat itu dan dijelaskan oleh Hadits Nabi Muhammad yang diturunkan berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi, dan hanya Kurikulum di Madinah yang lebih komplit seiringan dengan bertambahnya wahyu yang diturunkan oleh Allah  kepada Rasulullah. Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional tetapi juga fitrah dan prakmatis. Hasil cara yang demikian dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.

e.    Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam pada fase makkah ada dua macam tempat, yaitu:
a)    Rumah arqam bin arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta rosulullah untuk belajar hokum-hukum dan dasar-dasar ajaran islam, rmah ini merupakan lebaga pendidikan pertama atau madrasa yang pertama kali dalam islam adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut adalah rosulullah sendiri.
b)    Kuttab, pendidikan di kuttab tidak sama dengan pendidikan yang ada di rumah arqam bin arqam, materi yang disampaikan di rumah arqam bin arqam tentang hukum islam dan dasar-dasar agama islam, sedangkan pendidikan di kuttab pada awalnya lebih terfokus pada baca tulis sastra, pembacaan syair arab, dan pembelajaran perhitungan namun setelah datangnya islam materinya ditambah dengan baca tulis al-quran dan memahami hukum-hukum islam. Adapun guru yang mengajar di kuttab pada era awal islam adalah orang-orang non-slam. Dalam sejarah pendidikan islam istilah kuttab telah dikenal di kalangan bangsa arabpra-islam,secara etimologi kuttab berasal dari bahasa arab kataba, yaktubu, kitaaban yang artinya telah menulis. 

C.    Pendidikan Islam Periode Madinah

a)    Lembaga Pendidikan Islam
Masalah pertama yang dihadapi oleh Nabi Muhammad dan kaum muhajirin adalah tempat tinggal, maka untuk sementara kaum Muhajirin bisa menginap di rumah-rumah kaum Anshor, tetapi beliau sendiri memerlukan suatu tempat khusus di tengah-tengah umatnya sebagia pusat kegiatan, sekaligus sebagai lambing persatuan dan kesatuan diantara kedua kelompok masyarakat yang mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda itu. 
Oleh karenanya ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Setelah  selesai pembangunan masjid, maka nabi Muhammad Saw pindah menempati sebagian ruangannya yang memang khusus disediakan untuknya. Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin, untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan memcerminkan persatuan dan kesatuan umat. Dimasjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjemaah, membacakan al-Quran, maupun membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian masjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.

b)    Materi Pendidikan Islam di Madinah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya lebih komplek dibandingkan dengan mAteri pendidikan fase Makkah. Di antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah :
1.     Pembentukan dan Pembinaan Masayarakat Baru
Tugas Selanjutnya yang dihadapi oleh Nabi Muhammad adalah membina dan mengembangkan persatuan dan kesatuan masyarakat islam yang baru tumbuh tersebut sehingga mewujudkan satu kesatuan sosial dan satu kesatuan politik. Nabi Muhammad pun mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu. Dasar-dasar tersebut diantaranya :
a.        Nabi SAW mengikis habis sia-sia permusuhan atau pertenyangan antar suku dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.
b.         Nabi SAW menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
c.          Adanya syariat zakat dan puasa yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial baik secara material maupun moral.
d.         Dalam pembinaan di Madinah disyariatkan pula media komunikasi berdasarkan wahyu yaitu shalat jum’at berjamaah. Dengan shalat jum’at berjamaah warga berkumpul langsung dan mendengarkan khutbah Nabi SAW dan shalat jum’at telah memupuk rasa solidaritas sosial yang sangat tinggi dalam menangani masalah bersama
2.     Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan
Materi pendidikan sosoal dan kewarganegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam Konstitusi Madinah yang prakteknya disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah.
Pelaksanaan atau praktek pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas dapat dikemukakan sebgai berikut :
a.      Pendidikan ukhwah ( persaudaraan) antara kaum muslimimin
Dalam melaksanakan pendidikan ukhwah ini, nabi Muhammad saw bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu nabi Muhammad saw berusaha untuk mengikatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Mereka dipesaudarakan karena Allah bukan karena yang lain-lain. Sesuai dengan isi kontitusi Madinah pula, bahwa antara orang yang beriman, tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Anatara orang yang beriman satu sama lainnya harusla saling bantu membantu dalam menghadapi segala persoalan hidup. Mereka harus bekerja sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus kepentingan bersama dan menolak kemudaratan atau kejahatan yang akan menimpa

b.      Pendidikan Kesejahteraan Sosial
Dibidang ekonomi, memenuhi kesejahteraan social nabi memerintahkan kepada kaum muhajirin dan anshor untuk bekerja sesuai kemampuan masing-masing. Sedangkan yang sudah tidak kuat bekerja atau karena miskin, belanja mereka diberikan dari harta kaum muslimin bauk dari kalangan muhajirin maupun anshor.
Selain itu untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syariat Zakat dan Puasa yang merupakan pendidikan masyarakat dalam tanggung jawab social baik secara social maupun moral.
3.     Pendidikan Anak dalam Islam
Nabi SAW memperingatkan agar anak diberikan bimbigan dan pendidikan agar ia tumbuh dan berkembang dalam rangka mempersiapkan anak-anak agar mampu menerima warisan islam dan bertanggungjawab untuk mengemban tugas-tugasnya,
Adapun gari-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang disyari’atkan oleh Allah dalam surat Luqman ayat 13-19, adalah sebagai berikut :
a)         Pendidikan tauhid
b)         Pendidikan Shalat
c)         Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
d)        Pendidikan adab dan sopan santun dalam bermasyarakat (kehidupan sosial)
e)         Pendidikan kepribadian
4.     Pendidikan Hankam (pertahanan dan keamanan) Dakwah Islam
Masyarakat kaum muslimin merupakan satu state (negara)  di bawah bimbingan nabi Muhammad saw yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia secara bertahap. Oleh karena itu setelah masyarakat kaum muslimin di Madinah berdiri dan berdaulat, usaha nabi Muhammad Saw berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan tersebut dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar Madinah untuk mengakui konstitusi Madinah. Ajakan tersebut disampaikan dengan baik-baik dan bijaksana.
Pertama-tama diajaknya untuk masuk islam dengan penjelasan-penjelasan yang meyakinkan tentang kebaikan ajaran islam dan kebenarannya, serta menunjukkan ketidakbenaran mereka. Kalau mereka tidak mau maka mereka tidak dipaksa karena islam tidak akan memaksakan agama kepada mereka.
Kepada mereka yang tidak mau masuk islam beliau berusaha untuk mengikat perjanjian damai. Untuk mereka yang tidak mau mengikat perjanjian damai ada dua kemungkinan tindakan nabi Muhammad Saw yaitu
a)      kalau mererka tidak menyatakan permusuhan atau tidak menyerang kaum muslimin atau kaum kabilah yang telah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, maka mereka dibiarkan saja;
b)      tetapi kalau mereka menyatakan permusuhan dan menyerang kaum muslimin atau menyerang mereka yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin, maka harus ditundukan/diperangi, sehingga merka menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan kaum muslimin.
c.     Metode Pengajaran dan Sistem Evaluasi Pendidikan Islam di Madinah
Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rasulullah SAW. Menggunakan bermacam-macam metode, hal itu dilakukan untuk menghindarkan kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan Rasulullah adalah: 
a.    Metode Ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya;
b.    Metode Dialog misalnya dialog antara Rasulullah dengan Mu’adz ibn Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi kenegeri Yaman;
c.    Metode Diskusi atau Tanya Jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang suatu hukum dan Rasulullah menjawabnya. Metode diskusi misalnya diskusi antara Rasulullah dengan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar;
d.   Metode demonstrasi, misalnya Hadits Rasulullah,”sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahnyng”;
e.    Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satu tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya;
f.     Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ dan mi’raj dan kisah pertemuan antara Nabi Musa as dengan Nabi Khidir As;
g.    Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin untuk salat berjemaah;
h.    Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga Al-Qur’an dengan hafalan.





                                                             BAB III
                                                      KESIMPULAN

Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

                                                         DAFTAR ISI
Nizar Samsul,  sejarah pendidikan islam. Jakarta: kencana press,  2009.
Dkk, Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,  2008.
Haekal, sejarah hidup muhammad, penj. Audah Ali, Jakarta: balai ustaka, 1972.
                    blogspot.com/2010/12/pelaksanaan-pendidikan-islam-di-madinah.html.
Yunus Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992.
Arief Armai, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa, 2005.

Sejarah Arung Palakka, Mudu lompoa, bissu di Sul-Sel









ARUNG PALAKKA

1.    Silsilah keturunan Arung Palakka
Arung palakka merupakan anak dari La Pottobune (arung Tanah Tengang Datu Lompulle) seorang bangsawan tinggi di kerajaan Soppeng, sedangkan ibunya bernama We Tenri Sui’ Datu Mario ri Wawo yang merupakan putrid raja Bone ke XI  yang bernama La Tenriruwa Sultan Adam dan istrinya bernama We Baji Labae ri Mario Riwawo, yang merupakan anak dari We Tenri Pakkua (raja bone ke VI) istrinya bernama  La MakkaroddaMabbeluwa (datu Soppeng ri lau), yang dilahirkan oleh Latenri Sukki dan istrinya Lateri Songke, bapak Latnri sukki adalah Latenri Bali dan ibunya bernama Berrigau. Berrigau anak dari La Saliyu ibunya We Tenriroppo.  Bapak La Saliyu adalah Lapanttingki dan ibunya Pattanra Wanua, Patanra Wanua adala seorang anak dari perkawinan Manurung’e ri’matajang dengan Manurung’e Ri Tiro.. dengan demikian La Tenritatta (Arung Palaaka ) merupakan cucu dari Manurung’e Ri Matajang berada pada cucu lapisan ke sepuluh.

2.    Persekutuan Kerajaan Bone dengan Kerajaan Gowa
Ketika Bone dibawah kepemimpinan La Tenri Ruwa, Bone diserang dan dikalahkan oleh Gowa. La Pottobune ditangkap dan ditawan bersama Arumpone La Tenri Ruwa serta beberapa anak bangsawan Bone lainnya oleh KaraengE ri Gowa dalam peristiwa yang disebut Beta Pasempe ( Kekalahan di Pasempe ). Pasempe adalah sebuah kampung kecil yang dipilih oleh Arumpone La Tenri Ruwa untuk melakukan perlawanan dan disitulah dia dikalahkan. Semua tawanan termasuk orang tua La Tenri Tatta Arung Palakka dibawa ke Gowa.
Tawanan-tawanan itu dibagi-bagi kepada Bate SalapangE ri Gowa. La Pottobune, isterinya We Tenri Sui dan anaknya La Tenri Tatta diambil oleh KaraengE ri Gowa. Ditempatkan di SalassaE (Istana) Gowa dan ditunjukkan sebidang tanah untuk digarap dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena La Tenri Tatta dianggap masih anak-anak, maka dia selalu diikutkan oleh KaraengE ri Gowa apabila bepergian. La Tenri Tatta biasanya ditugasi untuk membawa tombak atau sebagai – pakkalawing epu (pembawa perlengkapan) yang diperlukan oleh KaraengE ri Gowa dalam perjalanan. Sejak itu La Tenri Tatta dikenal banyak kalangan, termasuk para anggota Bate SalapangE ri Gowa. La Tenri Tatta memiliki sifat-sifat yang baik, jujur dan cerdas dengan kepribadian itu Karaeng Pattingalloang tertarik untuk mendidiknya menjadi seorang pangeran.
Pada tahun 1600 Karaeng karunrung menggantikan ayahnya karaeng Pattingaloang, memerintah untuk memebawa masyarakat Bone ke Makassar untuk di pekerjakaan dari sinilah masyarakat Boneh disiksa dan diseret dalam asuhan perinta dari bangsa Gowa temasuk keluarga Arung Palakka yang kedua orang tuanya  di bunuh oleh Bangsa Gowa. Arung Pallaka sangat terpukul melihat kejadian di depan matanya sendiri, ia berdiri terpaku di tengah kaumnya yang menderita karna harus bekerja keras.
Akhirnya bersama dengan para pemimpin Bugis lainnya, Arung Palakka membantu para pekerja Bugis melarikan diri kekampungnya, Arung Palakka bersama pengikutnya mengamankan diri dari kejaran pasukan Makassar menuju Buton dan menyusun sisat membebaskan saudara-saudaranya dari belenggu pasukkan Makassar.

3.    Kerja sama dengan VOC dan dampaknya bagi Sul-Sel
Awalnya kerja sama yang dilakukan oleh Aring Palakka dengan VOC adalah bertujuan untuk mencari bantuan dan perlidungan karena ketakutan oleh ancaman Makassar. Pada saat itu Arung Palakka juga membawa pasukan sebanyak empat ratus orang Bugis dari Bone dan Soppeng ke Batavia. Kedatangan mereka disambut gembira oleh VOC karena merupakan bantuan untuk menggempur pasukkan Gowa. Pada saat itu VOC mempunyai pertahanan yang kuat dalam masyarakat pribumi.
Mimpi Arung Palakka yang dalam 30 tahun kekuasaannya berhasil diwujudkan, tetapi sekaligus membuat banyak pangeran dan pengikutnya yang tak setuju dikarenakan politik kotor yang dilakukannya. Sehingga mengakibatkan pangeran dan pengikutnya lari dan mencari rumah di tanah seberang sehingga mewarnai sejarah daerah tujuan itu. Inilah yang menurut Andaya sebagai warisan Arung Palakka, tidak hanya bagi Sulawesi Selatan tetapi juga bagi Nusantara, selain pribadinya sebagai pemimpin yang sadar, paham, teguh memegang serta menjalankan tradisi sebagaimana tersebut dalam amanat leluhur yang tertulis maupun tak tertulis.


BISSU DI SUL-SEL

1.    Sejarah Bissu
Bissu adalah kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh komunitas Amparita Sidrap dalam masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan di Pulau Sulawesi, Indonesia. Golongan Bissu umumnya disebut "di luar batasan gender", suatu "makhluk yang bukan laki-laki atau perempuan", atau sebagai "memiliki peran ritual", dimana mereka "menjadi perantara antara manusia dan dewa". Tidak ada penjelasan meyakinkan definitif untuk apakah arti "di luar batasan jender" dan bagaimana sebutan tersebut dimulai.
Menurut Sharyn Graham, seorang peneliti di University of Western Australia di Perth, Australia, seorang Bissu tidak dapat dianggap sebagai banci atau waria, karena mereka tidak memakai pakaian dari golongan gender apa pun namun setelan tertentu dan tersendiri untuk golongan mereka. Menurut Sharyn Graham, dalam kepercayaan tradisional Bugis, tidak terdapat hanya dua jenis kelamin seperti yang kita kenal, tetapi empat (atau lima bila golongan Bissu juga dihitung), yaitu: "Oroane" (laki-laki); "Makunrai" (perempuan); "Calalai" (perempuan yang berpenampilan seperti layaknya laki-laki); "Calabai" (laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya perempuan); dan golongan Bissu, di mana masyarakat kepercayaan tradisional menganggap seorang Bissu sebagai kombinasi dari semua jenis kelamin tersebut.
2.    Keberadaan Bissu masa kini di SUL-SEL
Bissu atau kamunitas bissu yang ada di Pangkep. Mereka masih memegang teguh tradisi dan peran sebagai pemelihara dan pelestari nilai-nilai budaya bugis klasik dan digambarkan sebagai manusia setengah dewa yang memiliki kekuatan Supranatural.Mereka mendayagunakan hubungan dengan dunia roh dan bertindak sebagai media roh yang memasukinya. Setelah kerasukan barulah mereka dapat melaksanakan upacara ritual, seperti Maggiri sebuah ritual menikam diri sendiri. Bissu dengan tradisi transvestite-nya( lelaki yang berperan sebagai perempuan) juga dikatakan sebagai pendeta agama Bugis kuno pra Islam. Mereka memiliki bahasa sendiri untuk berkomunikasi dengan para dewata dan para sesamanya.Keberadaan Bissu sebagai benang merah kesinambungan adat dan tradisi Bugis kuno yang masih eksis ditanah Bugis hingga dewasa ini.
Selain untuk acara kerajaan, peran bissu juga sangat dominan pada acara mappalili atau turun sawah. Upacara dilakukan selama tujuh hari tujuh malam dengan membaca mantera yang disebut dengan Mattesu Arajang yakni semacam ritual memohon restu Dewata dilangit. Menurut para bissu, hanya dengan restu Dewata para petani dan masyarakat dapat memperoleh hasil tanam yang baik. Oleh karena itu, acara mattedu Arajang dipandang sakral oleh masyarakat tradisional Bugis. Untuk diketahui bahwa komunitas Bissu pangkep tergolong Bissu Dewatae yang amat dihormati oleh komunitas bissu lainnya di tanah bugis. Dewasa ini Komunitas Bissu pangkep di pimpin oleh Puang Matoa SAIDI yang berkedudukan di ‘istana’ ArajangE Segeri Pangkep.
Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, istilah Bissu merupakan istilah yang tidak asing di telinga mereka. Akan tetapi, apabila istilah Bissu itu di hadapkan pada warga berdarah Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan daerah – daerah lain di luar Sulawesi Selatan, pastilah iistilah tersebut merupakan sesuatu yang sangat asing bagi mereka.



                                   UPACARA MAUDU LOMPOA DI CEKOANG


1.    Pengertian.
Maudu Lompoa Cikoang merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di bulan Rabiul Awwal berdasarkan kalender hijriah. Acara ini digelar untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan keagamaan masyarakat di Cikoang yang sarat dengan nilai-nilai budaya terus dilestarikan turun temurun. Tapi dari sekian banyak tradisi itu, perayaan Maulid Nabi ini adalah tradisi yang dipegang teguh masyarakat Desa Cikoang Laikang Kabupaten Takalar, Sulsel sejak tahun 1621. Dan hingga saat ini Maudu Lompoa merupakan tradisi termegah dan membutuhkan prosesi terlama. Tradisi yang dilakukan sebagai wujud kecintaan masyarakat kepada Nabi Muhammad SAW itu, tidak pernah alpa dilakukan, kendati pernah suatu ketika masyarakat Desa Cikoang dilanda kemiskinan dan kelaparan, berpakaian compang-camping, dan hanya memakan umbi pisang. Untuk membuat hidangan khas pada puncak acara Maudu Lompoa, prosesnya butuh waktu lama.
2.    Latar Belakang sejarah Maudu Lompoa
Cikoang adalah salah satu desa yang terletak di pesisir selatan Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Desa Cikoang merupakan dataran rendah yang berada pada ketinggian 50 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 555,49 Ha. Penduduk asli Cikoang adalah suku Makassar. Desa ini dihuni oleh penduduk asli suku Makassar dan kaum Sayyid. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Makassar. Penduduknya mayoritas memeluk agama Islam sebagai keyakinan mereka. Jumlah penduduk sekitar 2444 jiwa dengan 574 kepala keluarga. Mata pencarian utama masyarakat Cikoang adalah bercocok tanam, membuat garam, mengelola tambak ikan, dan sebagai nelayan (Pemerintah Desa Cikoang, 2002). Jarak antara Desa Cikoang dengan Ibukota Kecamatan Mangarabombang ± 8 km, dari Ibukota Kabupaten Takalar ± 15 km, dan ke Kotamadya Makassar ± 52 km (Pemerintah Kabupaten Takalar, 2001).
Desa Cikoang mempunyai dua macam iklim yaitu iklim basah dan iklim kering (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ujung Pandang, 1983/1984). Desa Cikoang termasuk daerah beriklim tropis (kering), hal ini disebabkan letak daerahnya berada di pesisir pantai. Desa Cikoang juga memiliki sebuah sungai yang bermuara ke laut. Masyarakat setempat menyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut, yaitu Sungai Cikoang. Di pinggir sungai inilah setiap tahun masyarakat Cikoang memuja dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai ritual agama Maudu’ Lompoa.
Maudu’ Lompoa adalah upacara yang dilaksanakan sekali setahun pada setiap Rabiul Awal (12 Rabiul Awal) untuk memperingati hari kelahiran nabi Besar Muhammad SAW atau biasa juga disebut sebagai Maulid Nabi (Saleh, 1996). Sebenarnya peringatan maulid nabi juga dilaksanakan oleh seluruh warga diberbagai daerah di Sulawesi Selatan, akan tetapi pelaksanaan Maudu’ Lompoa yang dilaksanakan di Cikoang kabupaten Takalar ini, memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan upacara maulid di daerah Cikoang tidak hanya sekedar perayaan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, akan tetapi mengandung makna yang lebih dalam yaitu tentang falsafah hidup yang erat kaitannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan penciptaan roh manusia atau lebih dikenal dengan konsep Nur Muhammad (Saleh, 1996). Selain perayaan Maudu’ Lompoa dilaksanakan dengan besar-besaran yang tidak hanya dihadiri oleh komunitas sayyid yang ada di Cikoang akan tetapi juga dihadiri oleh sayyid-sayyid yang ada diluar daerah (Yuliana, 2004). Pelaksanaannya pun menelan biaya yang tidak sedikit, karena berbagai aksesoris atau perlengkapan dalam pelaksanaan perayaan maulid harus dipersiapkan oleh masing-masing keluarga. Seperti yang dikatakan oleh Saleh (1996) bahwa upacara pelaksanaan Maudu’ Lompoa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cikoang. Apalagi masyarakat Cikoang mayoritas adalah petani dan nelayan yang memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah.
3.    Aktivitas Upacara Maudu Lompoa
Jika menyebut Kabupaten Takalar, Maka orang identik dengan Acara "Upacara Maudu Lompoa", Acara ini  merupakan kegiatan keagamaan yang didalamnya ada perpaduan unsur atraksi  budaya dan ritual-ritual dari masyarakat Cikoang, yang bermukim di seputar pantai. Kegiatan ini digelar setiap tahun bulan Rabiul Awal, berdasarkan kalender  Hijriah, yang tujuannya dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad  SAW. Ritual di dalamnya juga syarat dengan nilai-nilai budaya yang terus  dikembangkan dan dilestarikan turun-temurun. Untuk sampai ke kawasan ini  cukup ditempuh jarak 15 Km dari kota Takalar,  atau 55 Km dari kota Makassar. Dan  Anda juga dapat melihat secara langsung atraksi menghias perahu yang dipenuhi hiasan telur, bakul anyaman serta berbagai asesoris lainnya, untuk selanjutnya diarak dengan perahu lain ditepian muara sungai Cikoang.
Suasana akan lebih semarak saat atraksi kesenian dan perebutan telur mulai digelar. Ratusan perahu yang dihiasi telur akan diperebutkan masyarakat dan pengunjung yang hadir. Dan konon menurut kepercayaan masyarakat seputar sungai Cikoang, setiap orang yang memperoleh aneka jenis makanan yang diperebutkan dari dalam perahu akan memperoleh keberkatan yang berlimpah dalam menjalani kehidupannya.

4.    Arti Filosofi aktivitas Maudu Lompoa
a.    Annyongko Jangang :
Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
b.    Angnganang Baku dan tepa’-tepa’:
Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
c.    Anggalloi Ase:
Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal
d.    Adengka Ase:
Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan lesung.


e.    Ammisa Kaluku:
Proses mengupas kelapa, dimana kelapa yang akan dikupas harus kelapa yang utuh, dalam pengertian tidak cacat dan sebisa mungkin berasal dari kebun sendiri serta dipanjat sendiri. Dalam pengupasannya harus di tempat yang bersih dan terhindar dari najis.
f.    Ammolong Jangang:
Proses penyembelihan ayam harus menggunakan pisau yang tajam serta wajib hukumnya menghadap ke Kiblat, tempat yang digunakan untuk menyembelih ayampun haruslah dikelilingi pagar agar terhindar dari najis.
g.    Pamatara Berasa:
Proses memasak beras tetapi tidak sampai menjadi nasi siap saji (setengah matang) ini dimaksudkan agar beras/nasi tersebut tidak mudah basi.
h.    Ammonei Baku:
Proses mengisi Bakul dengan nasi setengah matang, ayam goring, telur masak. Dalam mengisi bakul diharamkan bagi wanita haid, dan mengisinya dengan doa-doa tertentu.
i.    Annodo Bayao:
Proses menghias telur dengan warni-warni tertentu agar tampak menarik dan diberi pegangan dari bambu yang diruncingkan. Tujuan kegiatan ini agar telur dapat berdiri tegak di atas bakul sekaligus untuk memperindah penampakan bakul.

j.    Arate:
Kegiatan Arate adalah menyanyikan puji-pujian dalam bahasa Al-Quran (Bahasa Arab) yang bertujuan untuk mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT dan serta Nabi Muhammad SAW atas limpahan berkah dan rezeki yang diterimanya sekaligus sebagai doa keselamatan. Proses ini dipimpin oleh Anrong Guru.
k.    Julung-Julung / Kandawari :
Kedua tempat ini adalah tempat untuk menyimpan baku maudu yang akan dirateki yang mana diartikan sebagai perumpamaan kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Miraj yang bernama Rafa Rafing.